MUKIDI DI TIPI (LAGI)

MUKIDI MASUK TIPI

 

Lebaran with Farah

“Nah, besok lebaran makan apa kita?” “Opor kupat seperti biasa, nasi rendang, ayam pop, dendeng balado, soto Betawi…..” “Koq mewah amat?” “Sarapan pagi mas Mukidi ikut makan opor kupat bareng panitia sholat Ied di masjid, siangnya kita halal bi halal ke rumah mas Wakijan, istrinya gak masak tapi pesan delivery rumahmakan Sederhana. Malamnya kita lebaran ke rumah mas Sarmili, istrinya pinter masak soto Betawi loh mas…” “Koq kamu tahu semua?” “Kan sudah dibroadcast di BB…” “Wah mestinya hari kedua kita lebafarahran di rumah Farah Quinn ya?”

Mealstone

Seorang pria sok akrab tiba-tiba mendekati Mukidi sambil mengulurkan tangan:

“Loh, kamu kan… aduuuuh sudah berapa tahun gak ketemu ya?”

“Mukidi.” Mukidi menjawab lalu menerima uluran tangan pria misterius tadi sambil berpikir keras. 

“Ya… ya Mukidi… aduuuh masa lupa sih? Sungib… Sungib teman SMP, masih ingat Tasripin, Kamid, Wartam….” Mukidi masih bingung tapi asal mengangguk gak apalah pikirnya, sambil mengingat-ingat nama-nama aneh itu.

“Wah, sudah hampir Maghrib nih, kita buka bersama yuk?” ajak teman barunya itu. “Aku… eh sebetulnya mau buru-buru pulang..” Mukidi pura-pura menolak… “Ayolah sekalian bernostalgia.” Mukidi yang lagi bokek ikut aja ke warung Padang, lagi pula sejak kasus daging sapi impor dia sudah tidak pernah makan dendeng balado. 

Setelah adzan berkumandang, mereka menikmati takjil gratis lalu  apa saja yang didekatnya diembat, Mukidi tidak lupa pesan jus duren. Dia sudah lupa menanyakan jati diri temannya tadi.

“Ayo Di sikat saja…” Sungib juga tak kalah beringas mengambil lauk di hadapannya. beberapa saat kemudian dia berhenti: “eh ngomong-ngomong aku ke mushola dulu ya, nanti gantian. Kamu terusin makan aja, habiskan jusmu.” Mukidi mengangguk.

Sungib yang rupanya ahli ibadah itu rupanya lama juga di mushola sudah lebih 30 menit. Mukidi sudah khawatir kehabisan waktu Maghrib.

“Uda,” dia memanggil pelayan, “musholanya di sebelah mana?”

“Wah gak ada mushola pak, adanya masjid 50m dari sini…”

“Teman saya tadi mana?”

“Teman yang mana pak?”

baladocatatan: Sungib= suka ngibul

Aint No Kermit

“Mas tadi waktu bukber pada cekikikan ngomongin kodok apaan sih?” tanya Markonah.

“Dulu sekali, aku, Wakijan, Samingan sowan ke mbah Joyongablak nanyain masalah jodoh,” jawab Mukidi: “Waktu kami pulang, mbah Joyo berpesan: ‘Ati-ati jangan sampai nginjek kodok.’ Celakanya walaupun sudah berhati-hati, Wakijan nginjek kodok. Gak lama, Samingan juga nginjek kodok. Cuman aku yang selamat sampai rumah tanpa nginjek kodok.”

“Memang kalau nginjek kodok kenapa?”frog

“Yah tadinya mereka berdua cemas, tapi lama-lama kata-kata mbah Joyo dianggap cuma takhayul. Eh 5 tahun kemudian setelah mereka kawin bininya jelek-jelek, bawel. Rupanya gara-gara nginjek kodok, kata-kata simbah terbukti. Kamu percaya gak Nah?”

“Percaya sih mas, aku dulu juga nginjek kodok….”

The Beggar 2

palm“Ustad, katanya kalau ada pengemis memnta-minta karena Allah, kita wajib memberinyaa?” tanya Mukidi.”

“Wallahua’lam,” jawab ustad. “Pada dasarnya meminta-minta kepada makhluk agar dipenuhi kebutuhan dirinya tidaklah diperintahkan. Sementara yang diperintahkan adalah agar seseorang berlaku iffah atau menahan diri dari meminta-minta kepada orang lain meski dirinya membutuhkan pertolongan orang lain, sebagaimana firman Allah swt :

لِلْفُقَرَاء الَّذِينَ أُحصِرُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاء مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَاهُمْ لاَ يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنفِقُواْ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Artinya : “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 273)

Imam Muslim meriwayatkan dari Hamzah bin Abdullah dari bapaknya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah salah seorang dari kalian yang terus meminta-minta, kecuali kelak di hari kiamat ia akan menemui Allah sementara di wajahnya tidak ada sepotong daging pun.”

Akan tetapi meminta-minta ini dikecualikan terhadap tiga macam orang, sebagaimana disebutkan didalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Qabishah bin Mukhariq Al Hilali ia berkata; Aku pernah menanggung hutang (untuk mendamaikan dua kabilah yang saling sengketa). Lalu aku datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, meminta bantuan beliau untuk membayarnya. Beliau menjawab: “Tunggulah sampai orang datang mengantarkan zakat, nanti kusuruh menyerahkannya kepadamu.” Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: “Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal) kecuali untuk tiga golongan :

1. Orang yang menanggung hutang (gharim, untuk mendamaikan dua orang yang saling bersengketa atau seumpamanya). Maka orang itu boleh meminta-minta, sehingga hutangnya lunas. Bila hutangnya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta.

2. Orang yang terkena bencana, sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sampai dia memperoleh sumber kehidupan yang layak baginya.

3. Orang yang ditimpa kemiskinan, (disaksikan atau diketahui oleh tiga orang yang dipercayai bahwa dia memang miskin). Orang itu boleh meminta-minta, sampai dia memperoleh sumber penghidupan yang layak. Selain tiga golongan itu, haram baginya untuk meminta-minta, dan haram pula baginya memakan hasil meminta-minta itu.”

“Masih ingat seorang pengemis di rumah Abu Kikir?” Mukidi menggeleng.

Ketika musim kemarau melanda dan kelaparan terjadi pada Bani Israel, seorang fakir menghampiri rumah Abu Kikir: “Sedekahkanlah sepotong roti dengan ikhlas karena Allah swt.” 

Saleha, anak gadisnya memberikan roti yang masih panas kepadanya. Begitu memberikan roti tersebut keluarlah ayah si gadis. Abu Kikir yang bakhil langsung memotong pergelangan tangan kanan anak gadisnya hingga putus.

Sejak peristiwa itu  Allah swt pun mengubah kehidupan orang kaya itu dengan menarik kembali harta kekayaannya sehingga menjadi fakir miskin dan akhirnya meninggal dunia dalam keadaan yang paling hina. 

Saleha menjadi pengemis dan meminta-minta dari rumah ke rumah. Pada suatu hari anak gadis itu menghampiri rumah seorang kaya sambil meminta sedekah, Seorang ibu keluar dan sangat kagum dengan kecantikannya. Dia mempersilakan  anak gadis itu masuk ke rumahnya dan memberinya makan. Ibu itu sangat tertarik dan berniat untuk mengawinkan anaknya dengan Saleha.

Akhirnya  perkawinan terjadi,  si ibu itu memberikan pakaian dan perhiasan baginya. 

Ketika sedang makan malam sang suami heran karena istrinya makan menggunakan tangan kiri. “Aku mendengar bahwa orang fakir tidak tahu tatakrama, makanlah dengan tangan kanan  bukan dengan tangan kiri.”

Mendengar suaminya berkata demikian, Saleha tetap makan dengan tangan kiri, walaupun suaminya berulang kali memberitahunya. Tiba-tiba terdengar suara dari sebelah pintu, “Keluarkanlah tangan kananmu itu wahai hamba Allah, sesungguhnya kamu telah mendermakan sepotong roti dengan ikhlas karena Allah, maka tidak ada halangan bagi- Allah memberikan kembali akan tangan kananmu itu.”

Mendengar suara tersebut, maka Salehamengeluarkan tangan kanannya, dan dia mendapati tangan kanannya berada dalam keadaan asalnya, dan dia pun makan bersama suaminya menggunakan tangan kanan.

Rasulullah saw telah bersabda, “Barangsiapa menghormati tamu, maka sesungguhnya dia telah menghormatiku, dan barangsiapa menghormatiku, maka sesungguhnya dia telah memuliakan Allah swt. Dan barangsiapa telah menjadi kemarahan tamu, dia telah menjadi kemarahanku. Dan barangsiapa menjadikan kemarahanku, sesungguhnya dia telah menjadikan murka Allah swt.” 

Sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud, “Sesungguhnya tamu itu apabila dia datang ke rumah seseorang mukmin itu, maka dia masuk bersama dengan seribu berkah dan seribu rahmat.”

The Beggar

Sore itu Mukidi menemani istri dan anaknya berbelanja kebutuhan lebaran. Selesai  berbelanja mereka menuju ke tempat parkir mal, tangan-tangan mereka sarat dengan kantong plastik belanjaan.

Baru saja mereka keluar seorang wanita pengemis bersama seorang putri kecilnya menengadahkan tangan kea rah Markonah:  “Bu, minta sedekah.” katanya.

Markonah  kemudian membuka dompetnya lalu menyodorkan selembar Rp.1000 an.

Setelah  pengemis itu  menerima pemberianny,  ia tahu kalau jumlahnya tidak cukup untuk makan berdua anaknya. Dia lalu member istarat dengan mengunc upkan jari-jarinya di arahkan ke mulutnya, kemudian ia memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke arah mulutnya. Seolah ia berkata, “Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan.”

Markonah  membalasnya dengan  isyarat pula dengan gerak tangan seolah berkata, “Tidak… tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!” sambil berjalan bersama anaknya membeli ta’jil untuk berbuka, sementara  Mukidi berjalan ke ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Ternyata gaji bulan ini plus THR sudah masuk. Ia tersenyum melihat jumlah saldonya, lalu menarik beberapa juta rupiah dan ia menyiapkan bonus Rp. 10 ribu, untuk pengemis tadi. Diberikannya uang Rp 10 ribu itu kepada si pengemis.

“Alhamdulillah… Alhamdulillah… Alhamdulillah… Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga…!”

Mukidi tidak menyangka akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Mukidi mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Mukidi terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, “Nak, alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga…!”

Hati Mukidi berdegupr kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Mukidi membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung Tegal untuk makan di sana.

Mukidi masih terdiam dan terpana di tempat itu.

“Ada apa mas?” Tanya Markonah.

“Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak Rp. 10 ribu!”

Markonah hampir tidak setuju, namun Mukidi melanjutkan kalimatnya: “Bu… kamu  tahu, saat menerima uang itu ia berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali doanya. Dia hanya menerima karunia dari Allah SWT sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur, padahal ketika aku melihat saldoku di ATM jumlah saldo kita  ribuan kali lipat. dan aku hanya mengangguk-angguk tersenyum. Aku lupa bersyukur, aku malu kepada Allah! Pengemis itu hanya menerima Rp. 10 ribu dan begitu bersyukurnya kepada Allah, berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah?”

Based on true storyImage

 

Poison

Mukidi menemui Wakijan: “Celaka Jan. Markonah hampir membunuhku.”

“Kenapa? Kamu diracun?”

“Bukan. Dia masak kolak biji salak”biji salak

“Istriku juga suka bikin biji salak.” Wakijan heran, “Apa masalahnya?”

“Iya tapi istrku pakai biji salak beneran!”

Amenities

 “Ketika kami menempati rumah baru, listrik belum ada. Air sumur ditimba  menggunakan pompa tangan… pompa lagi…pompa lagi…naik turun, akhirnya air naik dan alhamdulillah…air  ngocor dari bibir pompa.  saya kemudian mengisi bak kamar mandi dan beberapa ember. Air dipakai istri saya untuk mandi  dan mencuci, habis! Saya mulai memompa lagi.

Karena belum ada listrik itu, maka setiap sore kami menggunakan lampu Petromax. Dibutuhkan minyak tanah yang cukup dan spiritus untuk menyalakan kaos lampunya dan tenaga memompa agar minyak naik. Saya mulai memompa, dan ketika lampu Petromax menyala saya mengucap: alhamdulillah, ketika lampu meredup saya mulai memompa lagi. Begitu seterusnya, dibutuhkan kekuatan memompa untuk dua kebutuhan vital tadi.

Kemudian ketika listrik masuk rumah kami, pompa air Dragon kami tinggalkan. Air dinaikkan menggunakan “Sanyo”. Begitu membuka keran, air ngocor; alhamdulillah. Saya juga mengucapkan selamat tinggal kepada lampu Petromax yang butuh dipompa menghabiskan tenaga. Sekarang tinggal tekan tombol, lampu menyala; alhamdulillah.

Hari-hari berlanjut, setiap membuka keran atau menyalakan lampu, semuanya sudah serba otomatis. Ucapan alhamdulillah sudah dilupakan.

Begitulah siklus kehidupan. Waktu jaman susah, sedikit saja mendapat kemudahan, kita gampang sekali mengucap alhamdulillah, namun ketika segalanya  menjadi serba mudah, kita sering lupa bersyukur. 

Dalam surat Ar Rahman, kalimat Fa-biayyi alaa’i Rabbi kuma tukadzdzi ban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?) diucapkan 31 kali terletak di akhir setiap ayat yang menjelaskan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia.

dari tauziyah ustad Tarmizi Firdaus.Image

When The Cookie Jar Is Empty 2

Markonah belanja untuk bikin kue lebaran:

“Mas ada terigu?”

“Gak ada bu”

“Telor?”cookies

“Kosong bu?”

“Gula pasir?”

“Habis”

“Terigu gak ada, telor kosong, gula pasir habis. Kenapa gak ditutup saja tokonya?”

“Kuncinya gak ada bu.”